Oleh : Alan Juyadi
Ketua Departement Penanaman Modal dan Investasi DPP Perindo
Pedagang Kaki Lima (PKL) dipandang sebagai aktivitas illegal dan terkadang diperlakukan seperti kriminal. Studi menunjukkan bahwa hampir di semua negara-negara Asia, PKL tidak mempunyai status legal dalam menjalankan usahanya dan mereka terus mendapatkan tindakan kekerasan oleh pemerintah kota dengan program yang mengatasnamakan penertiban atau penataan. Di sisi lain, peran yang dijalankan sektor informal termasuk PKL belum sepenuhnya diterima pemerintah kota.
PKL lebih dipandang sebagai aktivitas non-profit, karena tidak berkontribusi pada ekonomi lokal atau nasional melalui pajak. Mereka dimarginalkan dalam agenda pembangunan, dengan demikian terkena dampak buruk dari kebijakan makro sosio-ekonomi.
Terbatasnya dukungan kebijakan, membuat sektor ini tidak aman dan berdampak buruk pada mata pencaharian penduduk miskin urban. Mereka terkenal karena memberikan sebagian penduduk urban kebutuhan barang atau jasa yang tidak dapat disediakan oleh outlet ritel besar. Namun sebenarnya fakta menunjukkan bahwa PKL merupakan sumber mata pencaharian penting bagi penduduk miskin urban.
Aktivitas PKL pada umumnya menempati badan-badan jalan dan trotoar, sehingga tidak menyisakan cukup ruang bagi pejalan kaki. Kondisi ini menjadi perhatian publik karena menciptakan masalah kemacetan dan pergerakan orang di pedestrian, dan menciptakan lingkungan kotor dan kurang sehat. PKL yang menempati ruang dan jalan publik juga dapat menciptakan masalah sosial seperti hadirnya pencopet, pencuri, dan sebagainya. Situasi ini menciptakan masalah dalam pengelolaan pembangunan dan merusak morfologi dan estetika kota.
Pemerintah Pusat telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima yang kemudian ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Dalam Permendagri disebutkan bahwa tujuan penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah untuk memberikan kesempatan berusaha bagi PKL melalui penetapan lokasi sesuai dengan peruntukannya; menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha PKL menjadi usaha ekonomi mikro yang tangguh dan mandiri dan untuk mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib dan aman dengan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan.
Menurut Alan Juyadi, PKL justru menjadi solusi untuk Kemajuan Kota Bengkulu saat ini, karena PKL ini menyediakan harga barang yang lebih murah. Bagi masyarakat yang berpendapatan rendah, PKL menjadi pilihan. Hal ini membuat penertiban PKL di lokasi-lokasi strategis menjadi kontroversial dilihat dari kaca mata sosial. Padahal setiap hari, mereka adalah pekerja yang ulet, berjuang untuk menghidupi keluarga.
Khusus di Kota Bengkulu kita sering melihat dan mendengar penggusuran terhadap para Pedagang Kaki Lima di Pasar Tradisional Modern, Barukoto II dan Pasar Panorama dan hal ini lah yang menimbulkan perlawanan masyarakat sehingga tidak jarang para PKL pun Bentrok dengan petugas Satpol PP dan para pedagang melakukan unjuk rasa. Pada hal, sejatinya apabila keberadaan PKL ini dipoles dan ditata dengan konsisten, maka keberadaan PKL ini justru akan menambah eksotik keindahan sebuah lokasi wisata di tengah tengah kota Bengkulu.
Hal ini bisa terjadi apabila PKL dijadikan sebagai bagian dari solusi (part of solution), “ Kita akan menjadikan kawasan Suprapto yang merupakan jantung ekonomi Kota Bengkulu kembali berdenyut dan memihak Masyarakat Kecil, begitupun dengan lokasi-lokasi lainnya kita harus menciptakan satelit-satelit roda perekonomian kerakyatan untuk menampung seluruh Produksi dari 9 kabupaten yang ada di Provinsi Bengkulu dan tentu juga untuk kabupaten Provinsi tetangga dan dengan pengalaman yang diikuti kerja keras kita bisa mewujudkan itu” Ujar Alan, yang penting Penetapan lokasi atau kawasan tempat kegiatan usaha PKL dilakukan dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, budaya, estetika, ekonomi, keamanan, ketertiban, kesehatan, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota
Ada banyak cara dalam melakukan pemberdayaan PKL, Bupati/Walikota dapat melakukan kerjasama atau kemitraan dengan dunia usaha melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam bentuk penataan peremajaan tempat usaha PKL peningkatan kemampuan berwirausaha melalui bimbingan, pelatihan dan bantuan permodalan; promosi usaha dan event pada lokasi binaan; dan berperan aktif dalam penataan PKL di kawasan perkotaan agar menjadi lebih tertib, bersih, indah dan nyaman.
Pekerjaan sebagai PKL merupakan salah satu pekerjaan yang relatif tidak terpengaruh krisis ekonomi karena dampak krisis ekonomi tidak secara nyata dirasakan oleh pedagang kaki lima. Dalam hal ini PKL mampu bertahan hidup dalam berbagai kondisi, sekalipun kondisi krisis ekonomi. Dengan adanya Perpres nomor 125 tahun 2012 dan Permendagri nomor 41 tahun 2012, maka Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota/Kabupaten wajib melakukan penataan dan pembinaan PKL di wilayahnya masing-masing. Salah satu amanat yang tercantum di dalam Permendagri nomor 41 tahun 2012 adalah Bupati/Walikota menetapkan lokasi atau kawasan sesuai peruntukannya sebagai lokasi tempat kegiatan usaha PKL.
Dari ulasan diatas artinya penataan dan dukungan kepada para PKL itu sebuah hal mutlak dan bisa menjadi sumber PAD untuk Kota Bengkulu, perekonomian di Kota Bengkulu harus berdenyut lebih cepat sehingga pertumbuhan ekonomi Bengkulu bisa lebih baik lagi, tidak boleh Pemerintah menggusur pedagang dengan kekerasan dan tanpa solusi untuk para pedagang. (*)
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman berita setiap ada berita yang terbit di XPOS NEWS
Jika Anda menyukai Berita ini, Silahkan Print Berita Diatas
Print PDF
Posting Komentar