XPOSNEWS.com, (Bogor) - Program menuju Kabupaten termaju yang dicanangkan Pemkab Bogor sepertinya akan menjadi retorika belaka. Ini dapat diprediksi karna capaian kinerja dinas/badan di lingkungan Pemkab Bogor pada semester pertama 2016 gagal mencapai target atau rata-rata hanya mencapai 30 sampai 45 persen saja. Demikian dikatakan Sekretaris Komite Pemantau Pembangunan Bogor Raya (KPPBR), Coky Pasaribu dalam menanggapi maraknya sejumlah aksi unjuk rasa ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, di Cibinong, Sabtu (10/9/2016).
Menurutnya, maraknya sejumlah aksi unjuk rasa warga dilatarbelakangi rasa ketidakpuas dan kekecewaan warga kabupaten Bogor atas kinerja Pemkab Bogor dibawah komando Bupati Nurhayanti. Terlebih, setiap aksi unjuk rasa yang dilakukan warga untuk menyampaikan aspirasi ini terkesan tidak pernah ditanggapi Bupati, khususnya terkait dengan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) dua tahun berturut-turut yang nilainya cukup fantastis yakni, Rp 1 triliun lebih.
Dengan adanya SILPA yang cukup besar itu, maka untuk menuju Bogor sebagai kabupaten termaju, rasanya sulit untuk diwujudkan, karena disebabkan kinerja jajaran Pemkab Bogor masih jauh dari yang diharapkan. “Realisasi anggaran kerja berkisar 27 sampai 45 persen. Dampaknya, sangat sulit mewujudkan keberhasilan pencapaian yang tidak maksimum sebagai indikator persyaratan untuk menjadi kabupaten termaju. Kondisi ini diperparah dengan tiadanya punishment terhadap kepala dinas atau badan yang kinerjanya jelek dan biasa biasa saja. Bupati kok takut copot anak buah ya?,” ujarnya.
Lebih lanjut, Coky memaparkan, bahwa tidak sedikit pihak, bahkan dari kalangan pejabat Pemkab Bogor, merasa heran atas sikap Bupati Nurhayanti yang tidak bisa tegas terhadap beberapa kepala dinas yang kinerjanya terus dikritik oleh masyarakat? Misalnya, Dinas Binamarga dan Pengairan (DBMP) serta Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. “Saya merasa prihatin dan heran, kenapa Bupati tidak mengganti Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) yang sudah 7 tahun lamanya menjabat dan tidak satupun melahirkan prestasi kerja. Apa Bupati tidak tahu bahwa banyak Pegawai Negeri Sipil (PNS) berkualitas dan kompeten yang siap mengambil alih posisi mereka guna perbaikan dan peningkatan kinerja,” katanya.
Bupati Bogor apakah tahu jika kalau program menarik investor dengan menetapkan 8 Kecamatan sebagai "zona industri" tidak berjalan? Beberapa pejabat Pemkab Bogor mengaku, bahwa program tesebut jalan ditempat lantaran dinas dinas terkait tidak bersinergi. Padahal zona industri cuma butuh perbaikan dan peningkatan kapasitas jalan, penyediaan lokasi yang sesuai tata ruang, percepatan pelayanan perizinan serta dukungan aparatur desa dan kecamatan. Tapi hal itu semua tidak ada, ditambah lagi sosialisasi kepada masyarakat di 8 kecamatan itu tak pernah dilakukan.
“Saya hanya mempertanyakan, apakah Bupati Nurhayanti serius tidak sih dalam mewujudkan Bogor sebagai kabupaten termaju di Indonesia? Atau jangan-jangan beliau hanya cuma mendengar laporan Asal Ibu Senang dari bawahannya saja,” cetus mantan Pemimpin Harian Lingkar Jabar tersebut.
Coky juga menambahkan, bahwa kepemimpinan di Kabupaten Bogor saat ini tengah diuji, lantaran semakin menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kepala daerah, pejabat pemerintah daerah dan para wakil rakyatnya. Kasus tuntutan pemisahan wilayah oleh warga Nusa Indah Gunung Putri yang minta bergabung dengan Pemkot Bekasi, gugatan warga Bojong Gede terkait kerusakan jalan, polemik masalah TPA Galuga dan banyak lagi, menjadi indikator bahwa masyarakat sangat kecewa atas kinerja eksekutif dan legislatifnya.
”Semoga Bupati dan pimpinan anggota DPRD serta jajaran Pemkab Bogor dapat berbesar hati mengevaluasi kinerjanya dan melakukan instropeksi diri untuk perbaikan, kebaikan yang kedepan dinamikanya semakin kompleks serta bahkan sering diwarnai sejumlah aksi unjuk rasa masyarakat yang menuntut perbaikan,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Ade Ruhendi dalam satu kesempatan menanggapi kinerja Pemkab kabupaten Bogor khususnya terkait dengan SILPA mengatakan, sesuai dengan fungsi kami yaitu budgeting dan pengawasan, dan terkait dengan Silpa yang nilainya Rp 1,3 Triliun, pihaknya sudah banyak yang memahami yaitu ada jawaban negatif maupun positif.
"Kalau positif terkait dengan efisiensi, kalau negatif hal ini kami sudah menyampaikan dalam rapat paripurna pandangan fraksi dan seluruh fraksi memberikan saran dan masukan kepada Bupati Bogor begitupun dengan persoalan SILPA yang mengendap di Dinas sesuai dengan hak preogratif Bupati agar melakukan pengawasan dan tidak menutup kemungkinan didalam melakukan perubahan Satuan Organisasi Tata Laksana (SOTK) sepenuhnya.
“Kami mendukung kebijakan bupati untuk memberikan tindakan kepada dinas yang mengabaikan tugas dan fungsinya dan memang mengabaikan instruksi bupati tidak menjalankan dengan baik untuk kepentingan rakyat, kami juga tidak segan segan untuk merekomendasikan dari seluruh fraksi sebagai bahan pertimbangan terhadap dinas tersebut," tegasnya.
Ketua DPRD Kabupaten Bogor yang juga Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bogor ini juga meminta kepada Bupati untuk melakukan evaluasi kenierja menyeluruh terhadap dinas dinas yang dinilai berkinerja buruk. “SKPD ini harus melayani rakyat, karena mereka bekerja digaji dari uang rakyat, sehingga kami menginginkan kerja nyata sesuai instruksi Bapak Presiden Jokowi dimana pembangunan harus tepat sasaran,” imbuhnya. (Piya Hadi)
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman berita setiap ada berita yang terbit di XPOS NEWS
Jika Anda menyukai Berita ini, Silahkan Print Berita Diatas
Print PDF
Posting Komentar