NEWS TICKER

Citizen Journalism

Dari Desa

Pariwara

Hukum

Kriminal

Ekobis

Otomotif

Teknologi

Twitter


Senin, 23 Januari 2017

Sekarang Sa Su Bisa Baca!, Perubahan di Sekolah Pedalaman Papua Barat


XPOSNEWS.com, (Manokwari Selatan, Papua Barat) - “Sekarang sa su bisa baca! Baru, sa su berani cerita depan sa pu teman-teman ee (Sekarang saya sudah bisa membaca. Saya juga sudah berani bercerita di depan teman-teman),” demikian ucapan Agus Ainusi, siswa kelas II SD Inpres 62 Gaya Baru. 

Aulia Baransai, siswa kelas IV yang juga suka membaca menyampaikan bahwa ia senang ke sekolah sekarang. Sebab guru tidak lagi marah-marah di kelas. Lagipula sekolah memiliki banyak buku yang ada gambarnya. Sejak setahun ini guru-guru SD Inpres 62 Gaya Baru Momiwaren mendapat pelatihan mengajar dari USAID PRIORITAS. 

Mereka belajar bagaimana mengajar dengan suasana gembira, membuat anak aktif dan berani bertanya. Mereka juga belajar bagaimana mengajari anak-anak kelas awal bisa membaca dengan terampil. Apa yang didapat di pelatihan kemudian diterapkan di kelas dengan didampingi oleh fasilitator.


“Kami menggunakan Buku Paket Kontekstual Papua (BPKP) untuk mengajar anak-anak kelas awal. Untuk anak-anak yang lamban membaca kami gunakan Buku Bacaan Berjenjang (B3),” ungkap Satriani guru kelas 1. 

“Kedua paket buku ini terbukti membantu anak-anak cepat paham membaca dan berhitung,” sambungnya. 

SD Inpres 62 Gaya Baru terletak di Kecamatan Momiwaren, Manokwari Selatan, Papua Barat. Momiwaren terletak 120 km arah selatan Kota Manokwari. Diperlukan waktu 4 jam dari Kota Manokwari untuk menjangkau Momiwaren. Ada 8 SD di Momiwaren, namun tidak semuanya aktif. Ada beberapa sekolah yang tutup karena tidak ada kepala sekolah dan gurunya. Salah satunya adalah SD Inpres 62 Gaya Baru. 


Setahun yang lalu, saat pertama tim USAID PRIORITAS berkunjung ke sekolah ini, kondisi sekolah sangat memprihatinkan. Hanya ada dua guru dan seorang kepala sekolah. Itupun satu guru sudah tidak aktif lagi. Siswanya hanya 21 anak. Sekolah hanya memiliki dua ruang kelas dan satu rumah kepala sekolah yang sekaligus difungsikan untuk ruang koordinasi antara guru dan kepala sekolah. 

Saat kali pertama dikunjungi, anak-anak yang saat itu sedang berada di luar kelas langsung berlari menjauh. Mereka malu melihat orang asing datang. Beatrix Krey, kepala sekolah, menjelaskan bahwa kondisi sekolah sangat mencemaskan. Proses belajar-mengajar tidak terjadi setiap hari, tergantung dari kedatangan siswa dan gurunya.

Kini, setelah setahun membenahi diri, SD Inpres 62 Gaya Baru telah memiliki 58 siswa, empat ruang kelas, tujuh guru termasuk kepala sekolah dan satu ruang baca terbuka di samping sekolah. Tambahan ruang kelas didapat dari dinas pendidikan. 


Demikian pula pemenuhan jumlah guru. Kini setiap kelas memiliki guru. Jumlah anak kelas I ada 13 anak. Ini adalah jumlah rombongan belajar terbesar yang pernah ada di SD Inpres 62 Gaya Baru. Biasanya mereka hanya menerima kurang dari sepuluh anak setiap tahunnya.

Beatrix Krey, berupaya untuk meningkatkan mutu sekolahnya. Ia memenuhi kebutuhan alat dan bahan yang diperlukan oleh gurunya dalam mengajar di kelas. Beatrix mengadakan pertemuan setiap dua minggu dengan semua guru untuk membahas kondisi sekolah. Tim pengajar ini membahas kehadiran siswa. Jika ada siswa yang tidak hadir, ditugaskanlah seorang guru untuk mengunjungi orangtua si siswa. 

Tim pengajar yang dipimpin oleh Beatrix Krey juga membahas kebutuhan pembelajaran dan kebutuhan operasional sekolah secara bersama-sama. Semua kebutuhan dipenuhi dengan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Jadi semua guru tahu bagaimana dana BOS digunakan.

“Salah satu masalah yang kami hadapi adalah kurangnya ruang kelas,” ucap Dorman Ainusi, guru kelas IV. 

“Kami memiliki enam rombongan belajar, sementara ruang kelas yang tersedia hanya empat. Maka terpaksa kami gabungkan anak-anak kelas V dan kelas VI dalam satu ruang kelas. Anak kelas V hanya tujuh orang dan anak kelas VI hanya lima orang. Jadi kelas kami belah jadi dua.”

Untuk mengatasi kekurangan kelas, Dorman membangun Taman Baca di samping sekolah. Taman Baca ini digunakan secara bergilir untuk proses belajar-mengajar. “Anak-anak suka sekali belajar di sini,” katanya. 

Kondisi SD Inpres 62 Gaya Baru adalah gambaran persekolahan di pedalaman Papua pada umumnya. Kehadiran guru dan siswa yang jarang, ruang kelas yang kurang adalah lazim ditemui di pedalaman Papua. Itulah sebabnya hasil belajar siswa pada umumnya sangat mengecewakan. 

Namun dengan upaya yang sungguh-sungguh dari dinas pendidikan, kepala sekolah, dan guru-guru maka situasi tersebut bisa diubah. Guru-guru yang mengajar dengan ramah membuat siswa suka ke sekolah. 

SD Inpres 62 Gaya Baru telah membuktikan bahwa persekolahan di pedalaman Papua bisa diperbaiki. Anak-anak kelas II, III dan IV semua sudah bisa membaca. Sehingga mereka bisa belajar mata pelajaran lain di kelas V dan VI tanpa kesulitan. Anak-anak Papua adalah anak-anak yang cerdas. Dengan cara mengajar yang sesuai, mereka akan menjadi anak-anak yang berprestasi. (CJ/Anwar Holil)

G+

Jika Anda menyukai Berita ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman berita setiap ada berita yang terbit di XPOS NEWS

Print Berita Diatas

Print PDF

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 XPOS NEWS
Share on Blogger Music Free Download. Powered byMadiqtera